Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024

Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024 akan dilaksanakan di Musyawarah Pelayanan Kalimantan Timur II sebagai tuan rumah

Selasa, Desember 29, 2009

NATAL Efata Tenggarong






Perayaan Natal Jemaat GPIB Efata Tenggarong, Senin 28 Desember 2009 pkl.18.30 berlangsung dengan meriah. Banyaknya jemaat yang hadir dalam perayaan ini berjubel sampai ke halaman pekarangan gereja yang datang dari jemaat pospelkes (Sebulu dan Loa Ulung) serta jemaat yang dulunya Pospelkes Efata yang sekarang sudah didewasakan. Panitia yang mulai sejak awal sudah mengantisipasi hal ini dengan mempersiapkan tenda sebanyak 6 buah dan memasang 2 buah slide.

Ibadah dipimpin langsung oleh Pdt.Yorinawa Salawangi, S.Th, dengan tema: Tuhan itu baik kepada semua orang (Mazmur 145:9), dan sub tema: Jadikanlah "Aku alat damai sejahtera-Mu". Jemaat yang hadir dalam perayaan ini berdejak kagum dengan penampilan ASM, paduan suara dan vocal group juga ikut memeriahkan perayaan ini.

Terima kasih buat Panitia yang sudah bersusah payah mempersiapkan acara ini.
Tuhan Yesus Kristus Memberkati, Amin

tuani sianipar.

Senin, November 09, 2009

sekilas sejarah KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA

Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan Kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang ditulis diatas Yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa sansekerta dengan menggunakan huruf pallawa di Muara Kaman Kutai Kartanegara. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putra dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi diseberang kota Muara Kaman.

Pada abad ke 17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Permarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuyk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama kelamaan Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah Aji Imbut mangkat pada tahun tersebut.

pada tahun 1959, berdasarkan undang-undang nomor 27 Tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat II di Kalimantan, wilayah daerah istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni:
1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong
2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan
3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah RI berdiri, pada tahun 1947. Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status daerah Swapraja Kutai, masuk kedalam federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Samabaliung, Gunung Tabur dan Pasir. Kemudian pada 27 Desember 1945 masuk dalam RI Serikat (RIS) daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan undang-undang darurat nomor 3 Tahun 1953.
Berdasarkan undang-undang nomor 27 Tahun 1959, status daerah istimewa Kutai dihapus dan daerah ini dibagi menjadi 3 daerah Tingkat II, yakni:
1. Kotamadya Balikpapan dengan ibukota Balikpapan
2. Kotamnadya Samarinda dengan ibukota Samarinda
3. Kab. Kutai dengan ibukota Tenggarong

Pada tahun 1999, wilayah Kabupaten Kutai dimekarkan menjadi 4 daerah otonom berdasarkan undang-undang nomor 47 Tahun 1999, yakni:
1. Kab. Kutai dengan ibukota Tenggarong
2. Kab. Kutai Barat dengan ibukota Sendawar
3. Kab. Kutai Timur dengan ibukota Sangatta
4. Kota Bontang dengan ibukota Bontang

Tanggal 23 Maret 2002, Presiden RI Megawati Soelkarno Puteri menetapkan penggunaan nama Kabupaten Kutai Kartanegara melalui peraturan Pemerintah RI nomor 8 Tahuna 2002 tentang perubahan nama Kabupaten Kutai Kartanegara.

tuani sianipar

Kamis, November 05, 2009

KEMILAU NUSANTARA BANDUNG 2009

Bandung, 29-31 Oktober 2009

Peserta pameran “Kemilau Nusantara 2009” diikuti oleh beberapa Propinsi/Kabupaten/Kota seperti, Pemkot Bontang, Propinsi Kaltim, Kabupaten Kutai Kartanegara, Sumatera Selatan, Papua, Kabupaten Bandung, Cimahi, Tasik Malaya, Bogor, Depok, dan beberapa Instansi lainnya, masing-masing memamerkan obyek-obyek wisata unggulan daerah masing-masing, souvenir, handycraf, batik, kuliner tradisional, biro travel, dll.

Kamis, 29 Oktober 2009
Tepat pukul 10.45 acara pembukaan diawali dengan persembahan dari Orkestra Angklung Institute. Pembukaan pameran ini turut dihadiri oleh: Hj.Tetty Prasetiani (Ketua Dekranasda Jawa Barat), Sandi Dede Yusuf, Ir. H. Hendiwan, MM (Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata/Ketua Panitia), para tamu undangan dari 17 Propinsi, 17 Kabupaten dan 8 Mitra Usaha.

Ir. H. Hendiwan, MM (selaku Panitia) dalam sambutannya menyampaikan, terima kasih atas kehadiran para undangan dan peserta pameran yang turut serta berpartisipasi dalam pameran ini. Kemudian Hj. Tetty Prasetiani (Ketua Dekranasda Jawa Barat) yang sekaligus membuka pameranini, dalam sambutannya menyampaikan, seni dan budaya Indonesia sangat luar biasa, lahan pertanian akan berkurang, kita harus memikirkan peluang ekonomi, salah satunya adalah seni budaya, makanan daerah/tradisional harus dikembangkan, ragam makanan wisata kuliner peluangnya sangat besar, 30 % peluang lowongan pekerjaan tersebut, ini akan mengurangi para TKI ke luar negeri. Dalam kesempatan ini juga dijelaskan bahwa selama ini Indonesia belum mempunyai payung hukum dalam menaungi industri – industri kecil. Kita patut bersyukur bahwa salah satu warisan budaya kita seperti Batik telah diakui dunia.

Kemilau merupakan sarana mempromosikan produk produk tradisional kita seperti kuliner (makanan tradisional), para perajin handal handycraft kita, souvenir dll. Masyarakat Indonesia sangat diacungi jempol karena sangat mempercayai produk unggulan kita, kita harus bertekad untuk kontribusi daerah.

Pameran Kemilau Nusantara 2009 seara resmi dibuka dan kemudian pelepasan balon ke udara oleh Hj. Tetty Prasetiani dan Sandy Dede Yusuf secara bersama-sama, dan dilanjutkan peninjauan arena stand pameran.

Hari pertama pembukaan, stand Kutai Kartanegara banyak yang dikunjungi para tamu. Brosure separuh habis, tapi buku-buku wisata dan salasilah Kutai habis dibagikan kepada para tamu khusus. Banyaknya pengunjung selain tamu yang datang membuat penjaga stand kewalahan melayani memberikan informasi tentang obyek wisata Kutai Kartanegara. Para pengunjung rata-rata mengagumi akan keindahan Pulau Kumala dan Kota Tenggarong serta sebagian menanyakan apa saja fasilitas yang ada di Pulau Kumala.

Sabtu, 31 Oktober 2009
Pukul 10.01 acara penutupan yang dihadiri oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat, Wakil Bupati Serang, Hj. Netty Prasetiani (Ketua Dekranasda Jawa Barat), Ir. H. Hendiwan, MM (Kadis Budpar Bandung), Ketua DPRD Bandung, mewakili DPR Pusat, para Dirjen dan Undangan lainnya. Acara diawali dengan prosesi permainan kawinan Jawa Barat, serta pembacaan janji atlet Alim Paido (pertandingan olah raga tradisional Jawa Barat). Dalam kesempatan ini, juga dilaksanakan Kirab Budaya dari masing-masing peserta pameran serta para kontingen lainnya seperti Garut, Tasik Malaya, Kabupaten Bandung, Cimahi, Cianjur, Bogor, Depok, Cirebon, Subang, Bontang, Papua, dll. Dalam kirab ini panitia mengadakan penilaian kepada masing-masing kontingen setelah melakukan atraksi budaya di depan panggung kehormatan. Antusiasnya pengunjung untuk menyaksikan kirab ini mengakibatkan para penonton berjubel kedepan sehingga menutupi pandangan para tamu di bangku kehormatan.

Pada jam yang sama ai arena stand, menjelang sore hari (pukul 17.00) para pengunjung mulai berjubel, baik dari kalangan mahasiswa, perorangan dan keluarga.

Pukul 19.00 wib para peserta pameran sudah mulai menutup standnya karena pengunjung sudah mulai berkurang, tapi stand Kukar masih melayani pengunjung walaupun yang datang satu atau dua orang, dan tepat pukul 20.00 wib stand Kukar dibongkar karena pengunjung sudah mulai sepi, dan aturan dari panitia bahwa stand berakhir pada pukul 21.00 wib.

tuani sianipar

salasilah RAJA-RAJA KUTAI KARTANEGARA

MASA PEMRINTAHAN RAJA-RAJA KUTAI KARTANEGARA
1.Aji Batara Agung Dewa Sakti : 1300-1325
2.Aji Batara Agung Paduka Nira : 1325-1360
3.Maharaja Sultan : 1360-1420
4.Raja Mandarsyah : 1420-1475
5.Pangeran Tumenggung Bayabaya : 1475-1545
6.Raja Makota : 1454-1610
7.Aji Dilanggar : 1610-1635
8.Pangeran Sinum Panji Mendapa ing Martapura : 1635-1650
9.Pangeran Dipati Agung ing Martapura : 1650-1665
10.Pangeran Dipati Maja Kusuma ing Martapura : 1665-1686
11.Aji Ragi gelar Ratu Agung : 1686-1700
12.Pangeran Dipati Tua ing Martapura : 1700-1710
13.Pangeran Anum Panji Mendapa ing Martapura : 1710-1735
14.Sultan Aji Muhammad Idris : 1735-1778
15.Sultan Aji Muhammad Aliyeddin : 1778-1780
16.Sultan Aji Muhammad Muslihuddin : 1780-1816
17.Sultan Aji Muhammad Salehuddin : 1816-1845
18.Dewan Perwalian : 1845-1850
19.Sultan Aji Muhammad Sulaiman : 1850-1899
20.Sultan Aji Muhammad Alimuddin : 1899-1910
21.Dewan Perwalian/Pangeran Mangku Negoro : 1910-1920
22.Sultan Aji Muhammad Parikesit : 1920-1960

SALASILAH RAJA-RAJA KUTAI KARTANEGARA
1.Aji Batara Agung Dewa Sakti : 1300-1325
(Raja yang pertama turun dari langit)
2.Aji Batara Agung Paduka Nira : 1325-1360
3.Maharaja Sultan : 1360-1420
4.Aji Raja Mandarsyah : 1420-1475
5.Aji Pangeran Tumenggung Baya baya : 1475-1525
6.Aji Makota Mulia Islam : 1525-1600
7.Aji ……………… : 1600-1605
8.Aji Pangeran Sinum Panji Mendapa : 1605-1635
9.Pangeran Dipati Agung : 1635-1650
10.Aji Pangeran Dipati Mojo Kasuma : 1650-1686
11.Aji Ratu Agung : 1686-1700
12.Aji Pangeran Dipati Tua : 1700-1730
13.Aji Pangeran Dipati Anum : 1730-1732
14.Aji Sultan Muhammad Idris : 1732-1739
15.Aji Sultan Muhammad Muslihuddin : 1739-1780
16.Aji Sultan Muhammad Salehuddin : 1880-1850
17.Aji Sultan Muhammad Sulaiman : 1850-1899
18.Aji Sultan Muhammad Alimuddin : 1899-1915
19.Aji Sultan Muhammad Parikesit : 1915-

* dikutip dari Memori Kutai, periksa juga yang dimuat oleh Kementrian Penerangan halaman : 417

SILSILAH RAJA-RAJA KUTAI KARTANEGARA
1.Aji Batara Agung Dewa Sakti : 1380-1410
2.Aji Batara Agung Paduka Nira : 1410-1450
3.Maharaja Sultan : 1450-1500
4.Raja Mandarsyah : 1500-1530
5.Pangeran Tumenggung Baya baya : 1530-1565
6.Raja Makota : 1665-1605
7.Aji Dilanggar : 1605-1635
8.Pangeran Sinum Panji Mendapa : 1635- ?
9.Pangeran Dipati Agung Ing Martapura : ? - ?
10.Aji Pangeran Dipati Modjokusuma : ----------
11.Aji Ragi gelar Ratu Agung : 1700- ?
12.Pangeran Dipati Tua ing Martapura : ----------
13.Pangeran Anum panji Mendapa ing Martapura : 1710-1735
alias Manuh Pemaranyan
14.Sultan M. Idris Maslag Codin Idris : 1735-1780
15.Sultan M. Musiihuddin : 1780-1816
16.Sultan M. Calihuddin : 1816-1845
17.Sultan M. Soleman : 1845-1899
18.Sultan Muhammad Alimuddin : 1899-1910
19.Aji Muhammad Parikesit : 1910-

* Silsilah dengan urutan tahun menurut Eisenberger yang dikutip dari Ami Hassan op. cit, p.69-74

Kamis, Oktober 08, 2009

HALAL BIHALAL

HALAL BIHALAL

"Dengan hikmah halal bihalal, silaturahmi kita tingkatkan rasa kebersamaan dan persatuan untuk mewujudkan masyarakat Kutai kartanegara yang cerdas, berahlak mulia, adil, mandiri dan sejahtera",

demikian tema hala bihalal yang dilaksanakan oleh kepala Dinas kebudayaan dan Pariwisata beserta keluarga dengan jajaran staf Disbudpar, instansi lainnya, para undangan dan kerabat terdekat di Tenggarong Seberang pada hari Rabu 7 Oktober 2009.

Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si menyampaikan ucapan terima kasih atas kehadiran para undangan, ada yang jauh-jauh datang dari Kembang Janggut, Muara badak, dll. Ada sekitar 200 orang yang hadir pada acara tersebut. Halal bihalal ini juga disuguhi siraman rohani/ceramah dan doa agar kedepan masyarakat Kutai Kartanegara tetap cerdas.

Sekali lagi saya mengucapkan banyak terima kasih atas kehadirannya dalam rangka silaturahmi dan halal bihalal. Saya sekarang berada di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kukar, jadi nuansa-nuansa seni, budaya sudah mulai mengalir, ujar beliau.

Disela-sela sambutannya, Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si melontarkan beberapa pantun, seperti:

buluh ditebang dijadikan pagar tanaman
agar tidak diganggu binatang peliharaan
jauh-jauh para undangan berdatangan
kami ucapkan terimakasih atas perhatian
waduk panji sukarame
tempat wisata permainan
disana juga terdapat danau ikan
berlaku ramai dan halal bihalal itu tujuan

Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga kita semua mendapat berkat...amin...

Setelah penyampaian ceramah dan doa, kemudian Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si beserta keluarga dan didampingi oleh DR.H.A.R.M Haryanto Bahroel bersalaman dengan para undangan.

tuani sianipar


Rabu, September 16, 2009

MEMBANGUN SILATURAHMI



Kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si pada Rabu 16 September 2009 dalam tema "Membangun Silaturahmi Keluarga Besar" BUDPAR memberikan paket lebaran kepada Staf Budpar bertempat di ruang aula Disbudpar.

Menurut salah satu staf bagian promosi Misnawati,S.Sos menyampaikan bahwa pemberian paket ini sangat membantu meringankan keperluan di rumah dalam menyambut lebaran 2009 (1430 H), ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas atas pemberian paket ini. Beliau menyarankan agar di tahun-tahun yang akan datang lebih ditingkatkan lagi.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H
Minal 'Aidin wal fa'izin - Mohon maaf lahir dan bathin

tuani sianipar

Kamis, September 10, 2009

JOURNAL MAHASISWA KKN UNMUL


Tenggarong

Menjadi mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kompetensi Kelompok 007 di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara benar-benar memberikan kesan tersendiri bagi kami. Dari awalnya saja, untuk masuk ke Dinas ini, kami butuh “perjuangan” panjang. Mulai dari surat pengantar dari LPPM Unmul yang hilang karena keteledoran salah seorang staf, waktu yang sangat singkat untuk mengurus KKN di Disbudpar, hingga sulitnya meminta tanda tangan karena pejabatnya ternyata sedang tugas dinas ke luar kota (maklum Disbudpar…jalan-jalan…).

Tapi perjuangan kami itu tidak sia-sia. Masuk sebagai mahasiswa KKN di dinas ini bukan berarti kami diperlakukan “berbeda”. Sambutan staf-staf dan pegawai-pegawai Disbupar pada kami sangat ramah. Tidak ada satupun pegawai yang mendiskriminasikan kami. Kami diperlakukan sama seperti staf dan pegawai lainnya.

Bukan hanya itu, setiap ada kegiatan yang diselenggarakan oleh Disbudpar, kami selalu diajak untuk ikut berpartisipasi. Diantaranya adalah Festival Erau Adat Tempong Tawar (yang juga menjadi puncak kesibukan kami di dinas ini), mangikuti kegiatan Pelatihan Pemandu Wisata, menjadi pramuwisata (tourist guide), bahkan sampai kegiatan administratif di kantor sehari-hari, seperti mengisi situs Disbudpar, mengetik surat, dan lain-lain. Oleh karena itulah kami sangat menikmati bekerja menjadi “pegawai temporer” di kantor ini, meskipun kami hanya 2 bulan (10 juli-10 September 2009) mengalami pengalaman once of a lifetime seperti ini. Meskipun banyak suka dan duka yang kami alami, tapi kami tidak akan pernah melupakan kantor ini, dan kebaikan seluruh pegawai di sini. Semoga mahasiswa KKN Unmul tahun berikutnya mau memilih untuk KKN di Disbudpar Kutai Kartanegara, karena mereka juga pasti akan mengalami pengalaman yang luar biasa, sama seperti perasaan kami terhadap kantor ini.

Terima kasih kami pada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Drs. H. M. Idrus Sy, M.Si yang mau menerima dan membimbing kami, Sekretaris H. Fachrodin (lewat tangan Bapak lah kami bisa menginjakkan kaki di kantor ini), Kepala Bidang Umum Drs. Supriyadi yang sangat membantu kami dari awal bekerja di kantor dan mau menempatkan kami sesuai dengan program studi kami, kemudian tak lupa pula pada Kepala Bidang tempat kami bekerja: Kabid Kebudayaan, Kabid Pemasaran, Kabid Keuangan, dan juga Kasi-Kasi kami, Kasi Promosi, Kasi Jarahnitra, dan Keuangan. Kepada para staf-staf yang sudah berbaik hati pada kami, terima kasih tak terhingga juga tak lupa kami ucapkan.

Sebaliknya, semoga kehadiran kami juga bisa berkesan di hati seluruh pegawai dan staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara.

Mahasiswa KKN Universitas Mulawarman Kompetensi Kelompok 007 : Jusmalia Oktaviani, Retno Wulandari, Akhmad Hazairin, Marlisa Audya Putri, dan Lita Astriana.
***

SEKILAS SEJARAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA


SEKILAS SEJARAH

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA





Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasi yang ditulis diatas yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa di Muara Kaman Kutai Kartanegara. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.

Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tannga Arung lebih popular dengan dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah AjiImbut mangkat pada tahun tersebut.

Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang “Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan”, wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 daerah Tingkat II, yakni :

1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong

2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan

3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda

Kabupaten kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah Republik Indonesia berdiri, pada tahun 1947. Kesultananan Kutai kartanegara dengan status daerah Swapraja Kutai, masuk ke dalam federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Kemudian pada 27 September 1945 masuk dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU darurat No. 3 tahun 1953.

Berdasarkan UU No. 27 tahun 1959, status daerah istimewa Kutai di hapus dan daerah ini dibagi menjadi 3 daerah tingkat II, yakni :

1. Kotamadya Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan

2. Kotamadya Samarinda dengan Ibukota Samarinda

3. Kabupaten Kutai dengan Ibukota Tenggarong

Pada Tahun 1999, wilayah kabupaten Kutai dimekarkan menjadi empat daerah otonom berdasarkan UU No. 47 tahun 1999, yakni :

1. Kabupatern Kutai dengan Ibukota Tenggarong

2. Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar

3. Kabupaten Kutai Timur dengan Ibukota Sangatta

4. Kota Bontang dengan Ibukota Bontang

Tanggal 23 Maret 2002, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri menetapkan penggunaan nama Kabupaten Kutai Kartanegara melalui peraturan pemerintah RI No. 8 tahun 2002 tentang “Perubahan Nama Kabupaten Kutai Kartanegara”.

HISTORY AT A GLANCE OF KUTAI KARTANEGARA REGENCY

Based on history,
Kutai Kingdom is the oldest Hindu kingdom in Indonesia. This is evidenced by the finding of 7 inscriptions in Sanskrit written above yupa (stone monument) using the Pallawa letter in Muara Kaman Kutai Kartanegara. The Paleography shows that the written is estimated to come from the century-BC 5.


From the inscription, it is known a kingdom by The King Mulawarman, a prince of The King Aswawarman and a grandson of the King Kudungga. The Kingdom is Kutai Martadipura and is located across Muara Kaman city.


In 17th century, Kutai Kartanegara kingdom began to accept Islam. Thereafter names of the King and Kingdom’s family use Moslem’s names. The names of the king was also changed into Sultan. The first Sultan used Moslem name was Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). In 1732, the capital city of Kutai Kartanegara Kingdom was moved from Kutai Lama to Pemarangan.


In 1780, Aji Imbut successfully taked back the capital city Pemarangan and then was officially appointed as Sultan with honour Sultan Aji Muhammad Muslihuddin in Kutai Kartanegara Kingdom. Meanwhile Aji Kado faced dead finalty and is graved in Jembayan Island.


Sultan Aji Muhammad Muslihuddin replaces the capital city of Kutai Kartanegara
Kingdom to Tepian Pandan on 28 September 1782. The replacement is aimed to erase the bad influences of Aji Kado periods and Pemarangan and was supposed to lost its magical place. The name of Tepian Pandan then was changed into Tangga Arung which means the house of king. Subsequently, the name of Tangga Arung was more popular which remains the same until know.

In 1838, Kutai Kartanegara kingdom is order by Sultan Aji Muhammad Salehuddin after Aji Imbut was dead in that year. In 1959, based on law number 27 year 1959 on the creation of regional government at second level in Kalimantan, the territory of Kutai as a special regional is divided into 3 regional government as below :
1.
Kutai region with the capital city Tenggarong
2.
Municipality Balikpapan with the capital city Balikpapan

3.
Municipality Samarinda with the capital city Samarinda


Basically, Kutai Kartanegara regency is a consecutive government of Kutai Kartanegara Ing Martadipura Kingdom. After Republic of Indonesia was established, in 1947 Kutai Kartanegara Kingdom with status Swapraja Region of Kutai joined East Kalimantan Federation together with other kingdoms, such as Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Then, on 27 December 1945 The Swapraja Region of Kutai was involved in Republic of United Indonesia (RIS).


According to law emergency number 3 year 1953, the status of Swapraja Region of Kutai was changed into special Region of Kutai that holded special autonomy region status at regional level.


Based on Law number 27 year 1959, the status of special region of Kutai was removed and this region was divided into 3 regions as below :


1.
City of Balikpapan
2.
City of Samarinda
3.
Kutai Regency

In 1999, the territory of Kutai regency was developed into four autonomy regions based on law number 47 year 1999 as below :

1.
Kutai regency with the capital city Tenggarong
2.
West Kutai regency with the capital city Sendawar
3.
East Kutai regency with capital city Sangatta
4.
City of Bontang with capital city Bontang

On 23 March 2002, Megawati Soekarno Putri, the President of Republic of Indonesia regulated the new name Kutai Regency becoming Kutai Kartanegara Regency through government Statute number 8 year 2002 on changing Name of Kutai Kartanegara Regency.


tuani sianipar

Rabu, September 09, 2009

DANCE of KUTAI KARTANEGARA

GANJAR GANJUR DANCE

The Ganjar Ganjur dance is an original tradition of the Kutai Kartanegara palace and usually perform in big ceremonies conducted by the relatives of the Palace such as: ceremony to welcome the great guest, the ERAU traditional ceremony, the prince Crowned ceremony, etc. Perform by male dancer called “Beganjar” and female dancer called “Beganjur”.

The male dancer wear costum called “Miskat” as the shirt, and “Dodot” as the pans, while the female wear “Tawo” as the shirt and “Tapih” as the pans. Each dnacer brings a kind of dancing equipment called “Gada” for male and “Kipas” for female. The music used in this dance is gamelan consist of “Bonang” as the melodies and gendang to support it.

JEPEN SAMUNING ANAK DARA DANCE

The art of “Jepen” (in Kutai language) is the art of Malay tradition of Kutai Kartanegara Society. In Malay term (Sumatera), this called Zapin. This art has live and grow in accordance with Islam civilization entered Kutai Kartanegara, East Kalimantan and can be found along the coast of the Mahakam river. This dance is usually perform by the young, using “Gambus” and “Ketipung” or kind of “Marwas” and other percussion.

It is dance that not leave its origin manner which is called the manner of honor, wave, half and full samba, gengsot, broken chicken, horse shoes, etc.

KANCET LASAN PO’BURUY DANCE

Kancet Lasan Po’ Buruy is a dance from Dayak Kenyah tribe in Hinterland of Kutai Kartanegara, East Kalimantan. This dance tells about a group of young man hunting in the forest but came up with nothing, until they saw a bird called Enggang bird. It flew from a tree to tree. And they capture it, then there was an argue about having the bird kept a live or killed. In the middle of argumentation, the bird surprisingly turned into a beautiful princess and beg them not to kill her and promised to give a dancing lesson to all the young villagers. After the princess finished giving the dancing lesson, she asked to be released, so she can fly back to nirvana and they released her with joyful. Therefore the Enggang bird a symbol of peace and becomes a symbol of nobleness of the Dayak Kenyah Tribe.

MEMPANK BEKAWAT DANCE

Is the dance that not leave the origin basic move of Bekian dance, “Ngelawai” dance, “Gantar” dance, which comes from the Dayak Benuaq-Tunjung tribe. Inspired from a ritual ceremonies to heal disease and illnesses started with “Memang” and followed with the sound of God’s flute as a symbol of calling the spirit and ended with praising the spirits to ask for help. Other music instrument that is used in this dance are Kelentangan /Gamelan Benuaq-Tunjung, Gendang, and Gong.

tuani sianipar


Senin, Agustus 31, 2009

SARASEHAN/PERTEMUAN PRESBITER

Tenggarong, 30 Agustus 2009
Seiring dengan berjalannya waktu dan padatnya kegiatan pelayanan di GPIB Efata Tenggarong dan juga dengan semakin dekatnya pengetokan anggaran untuk tahun anggaran 2010 di Pemkab Kutai Kartanegara, maka Pdt. Yorinawa Salawangi, S.Th selaku KMJ beserta dengan Presbiter setelah usai Ibadah minggu pagi dilajutkan dengan Sarasehan/Pertemuan dengan para Presbiter di Jemaat GPIB Efata Tenggarong, dimulai pukul 11.21 yang diawali dengan satu pujian yang dipimpin oleh Pdt. Yorinawa Salawangi, S.Th.

Pertemuan ini membicarakan:
1. Panitia Pembangunan
2. Pengadaan sarana transportasi roda empat
3. Keberadaan beberapa anggota Presbiter yang non aktif
4. Koordinasi kegiatan pelayanan
5. Pembelian LCD

Dalam pertemuan ini terjadi pro dan kontra dalam pengambilan keputusan, dan akhirnya disepakati bahwa Panitia Pembangunan dipercayakan kembali kepada Dkn.C.Bernard Robert (Ketua), Sdr.frans Kunsiang (Sekretaris), Ny.Yudiarta (Bendahara). Nantinya panitia ini akan membuat Master Plant (Program Panjang) dalam pembangunan seperti untuk ASM, Parkir, Konsistori, Pastori, dll. Kemudian juga disepakati bahwa pengadaan kendaraan roda empat akan diupayakan mengingat kondisi pelayanan yang sangat membutuhkan.

Keputusan yang diambil untuk penggantian majelis yang sakit ataupun yang sudah meninggal dunia, atau karena pindah dan berhalangan karena pekerjaan, para presbiter menyepakati bahwa tidak ada penambahan atau penggantian karena presbiter yang ada sekarang masih memadai.

Selain dari beberapa topik diatas, diakhir pertemuan juga dibicarakan tentang pembentukan Panitia natal Jemaat Efata Tenggarong yang nantinya akan di panitiai oleh BPK PKB, dan akan bergilir dengan BPK lain ke depan. Dan PPMJ (Peraturan Pelaksana Majelis Jemaat), Pdt.Yorinawa salawangi,S.Th menjelaskan bahwa di PPMJ ada aturan yang prinsip/sesuai dengan tatanan gereja, ada format dari MS, dan kebijakan setempat, dan tentunya nama yang diusulkan akan disetujui oleh MS.

Pertemuan diakhiri pukul 2.27, dan satu pujian dari KJ.26 dan ditutup dengan doa oleh Pnt.Yohanis Billan.

tuani sianipar

PENEGUHAN PELAYAN PA

Tenggarong, 30 Agustus 2009
Pada Ibadah Minggu pagi, 30 Agustus 2009 yang dipimpin oleh Pdt. Yorinawa Salawangi, S.Th di Efata Tenggarong, diadakan Peneguhan bagi 7 orang Pelayan PA, seperti: Agustina Palembon, Mestia Siahaan, Vivi Massora, Ovra, Lorent Sirenden, Jorani Kende dan Erika Saragi.

Peneguhan ini dimaksudkan adalah karena belum diteguhkannya para Pelayan yang lama yang selama ini sudah melayani di PA, dan diantaranya juga ada sebagian penambahan yang kurang bagi Pelayan PA.

Pdt. Yorinawa Salawangi, S.Th menjelaskan bahwa peneguhan ini ditujukan untuk lebih bertanggung jawab kepada pelayanan, sekarang ini sudah ada 13 orang Pelayan PA di Efata Tenggarong.

Rencananya kedepan Pelayan PA dan PT akan dibuat jadwal rotasi pelayanan untuk menutupi kekurangan pelayan, demikian Pdt. Yorinawa Salawangi, S.Th menjelaskan.

tuani sianipar

Jumat, Agustus 14, 2009

Pulang Kampung

Balige, 14 Agustus 2009
Dua minggu ijin yang diberikan oleh Kadis Budpar Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si kepada saya (tuani sianipar) langsung digunakan dengan sebaik-baiknya untuk pulang kampung ke Kota Balige-Kab.Tobasa.

Perjalanan berawal dari Kota Padang-Sumbar, setelah melakukan tugas dinas selama seminggu untuk kegiatan pameran obyek wisata. Perjalanan dari Padang berangkat tanggal 10 Agustus 2009 pkl. 14.30 dan tiba di Balige pkl. 07.00 pagi. Rasa rindu yang terpendam selama diperantauan langsung terobati dengan menginjakkan kaki seturun dari bis ALS di kota Balige, berjumpa dengan orang tua, keluarga, tema-teman, dll.

Kota Balige memang tidak ada perubahan, dari dulu sebelum Kabupaten sampai sekarang setelah Kabupaten, hanya rumah-rumah penduduk yang yang banyak bertambah, itu mungkin karena pertambahan penduduk kota Balige yang bekerja sebagai PNS di Pemkab Tobasa. Fasilitas tidak ada yang dibangun Pemkab, sarana dan prasarana wisata yang tidak terawat, pasar balerong sebagai ciri khas kota Balige yang sembrawut dan semakin sempit, terminal yang tidak tahu modelnya seperti apa, pelabuhan kapal balige yang tidak terawat, tapi itulah Balige, kampung halamanku, tetap kucintai, apapun yang terjadi bagimu kota Balige kau tetap kudukung, kau adalah kota kelahiranku, aku ingin bersemayam di pelukanmu, aku cinta kota Balige.

tuani sianipar

Pameran "Padang Expo 2009"

Padang, 10 Agustus 2009

Setelah pelaksanaan Pesta Adat ERAU Tempong Tawar 26 Juli s/d 3 Agustus 2009 yang dipanitiai oleh Disbudpar Kukar yang sangat melelahkan, Disbudpar Kukar langsung menuju Kota Padang-Sumbar untuk mengadakan pameran tentang obyek wisata.

Berawal dari telaahan staf yang di disposisikan oleh Kadisbudpar Kutai Kartangara Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si untuk kegiatan Pameran Obyek Wisatadi Kota Padang-Propinsi Sumbar dari tanggal 31 Juli s/d 10 Agustus 2009.

Rombongan pameran Disbudpar Kukar langsung dipimpin Kadis Budpar dan diikuti oleh beberapa staf.

Pameran berlangsung dengan meriah, banyak pengunjung yang antusias akan keunikan kebudayaan Kukar, juga dengan obyek wisatanya yang sangat indah. Disamping itu pengunjung juga sangat tertarik dengan hasil kerajinan yang dipamerkan.

Buku-buku dan brosur tentang obyek wisata khususnya buku Panduan Wisata dan buku Salasilah Kutai sangat diminati pengunjung. Mereka mananyakan tentang Kutai yang dulunya adalah Kerajaan Tertua di Indonesia dan Pesta Budaya tentang ERAU dan Suku Dayaknya.

Setelah dari Padang, pada bulan Oktober nanti Disbudpar Kukar akan mengadakan promosi juga ke daerah Bali dan Australia, dan langsung dipimpin oleh Kadis Budpar Kukar Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si.

tuani sianipar


Rabu, Juli 22, 2009

Bersama Sultan

Foto bersama Sultan Adji Muhammad Salehoddin II, setelah selesai Beluluh Sultan, Rabu 22 Juli 2009 di Kedaton,Tenggarong Kutai Kartanegara



foto : tuani sianipar

Senin, Juli 20, 2009

IBADAH ALAM

IBADAH ALAM Gerakan Pemuda dan Persekutuan Teruna










IBADAH ALAM Gerakan Pemuda dan Persekutuan Teruna
Minggu, 19 Juli 2009
Untuk pertama kalinya 3 BPK (GP-PT-PA) GPIB Efata Tenggarong mengadakan Ibadah Alam yang dimulai sekitar pukul 15.30 wita di lokasi Jembatan Taman Bermain Tenggarong Kutai Kartanegara. Tujuan ibadah ini adalah selain untuk penyegaran karena selama ini ibadah dilakukan di tempatb tertutup atau di rumah-rumah, kita manusia sangat jarang mensyukuri alam ciptaan Tuhan yang sangat indah ini, alam sebagai sumber kehidupan, untuk mengetahui sudah sejauh mana kita merawat/menjaga ala mini, apakah sudah rusak, gundul, untuk mengingatkan kita kembali bahwa apa yang kita duduki/injak ini kita berasal dari tanah.

Dalam ibadah alam ini juga dilakukan acara serah terima/peralihan dari Pelayanan Anak (PA) ke Persekutuan Teruna (PT) sebanyak 16 orang yang didampingi oleh para Pelayan Anak. Pdt.Yorinawa Salawangi, S.Th (KMJ) hadir dalam ibadah ini serta Pnt.Argenes Pardede (Ketua III).

Ibadah dipimpin oleh Sdr. Mario Timbuleng (mahasiswa Praktek) dari Kejadian 3:6-19. Lokasi ibadah alam di Taman Rekreasi dibawah Jembatan Kutai Kartanegara, yang sangat cocok untuk tempat ibadah alam, disamping rumputnya yang hijau, jauh dari kebisingan, sejuk, penuh dengan pohon untuk bernaung, segar, dekat dengan sungai. Bagi anda yang berminat untuk datang kesana, terbuka untuk umum, bawalah keluarga anda, dan jangan lupa bawa kamera. Belakangan, lokasi ini sangat banyak dikunjungi oleh kawula muda.

Setelah ibadah selesai, kemudian dilanjutkan dengan Peralihan dari APA ke APT berjumlah 16 orang. Pnt.Argenes Pardede (Ketua III) menyampaikan sambutannya dalam peralihan ini, kemudian Pdt.Yorinawa Salawangi,S.Rh mengatakan, bahwa anak manusia yang lahir sekarang berbeda dengan manusia pertama. Ketika Adam dan Hawa berada di bumi ini, mereka lahir tidak ada tali pusarnya, Tuhan menciptakan Adam dan Hawa langsung menjadi dewasa, sehingga jelas tidak mempunyai tali pusar. Tapi akhirnya mereka berontak karena tidak ada pembinaan sejak lahir. Maka manusia atau Anak Sekolah Minggu mulai sejak kecil perlu dibina sdecara berkelanjutan/estafet, mulai dari PA ke PT ke GP dst. Ini perlu dilakukan supaya manusia tidak berontak ketika sudah dewasa. Kita harus taat kepada Tuhan kita Yesus Kristus. Terima kasih buat Pelayan Anak Sekolah Minggu atas bimbingannya, tenaga, waktu yang diberikan kepada anak-anak, juga kepada Pelayan Teruna agar terus dibina anak yang baru dialihkan ini. Pdt.Yorinawa Salawangi,S.Th mengatakan bahwa ibadah seperti ini perlu dilakukan secara terus menerus karena ibadah seperti ini sangat bagus untuk dilakukan. Kepada para pengurus/pelayan GP-PT-PA agar terus melakukan koordinasi untuk kedepannya.

Kemudian dilanjutkan dengan acara kuis yang dipandu oleh Sdr. Panji dan Sdri. Vivi Masora.

Samapi jumpa di Ibadah Alam selanjutnya.
Tuhan Yesus Kristus Memberkati Kita Semua.

Tuani sianipar

Kamis, Juni 25, 2009

LEMBU SUANA

LEMBU SUANA dalam dua versi

Lembu Suana merupakan lambang kebesaran Kerajaan Kutai Kertanegara. Keberadaannya kerap kali dikaitkan dengan legenda Puteri Karang Melenu. Digambarkan dalam mitos tersebut Lembusuana mengangkat Puteri Karang Melenu sewaktu timbul dalam air.

Lembu Suana secara deskriptif digambarkan berbelai gading seperti gajah, bertaring seperti macan, bertubuh seperti kuda, bersayap dan bertaji seakan-akan burung garuda, berekor seperti naga dengan seluruh tubuhnya bersisik.

Setiap bagian memiliki filosofi tersendiri, belalai yang melingkar ke belakang misalnya mensimbolkan kemampuan merangkul semua elemen masyarakat dalam satu wadah, Bertubuh seperti kuda melambangkan kekuatan Kukar, syapnya artinya kemampuan untuk pergi kemanapun ia mau.

Ada dua versi Lembusuana Kutai Kertanegara yaitu yang duduk dn berdiri. Lembusuana duduk, berada di Pulau Kumala dan menaghadap kearah jembatan Kutai Kertanegara I. Lembusuana ini merupakan buah karya seniman patung asal Bali Nyoman Nuarta.

Sedangkan Lembusuana versi berdiri, berada di depan Museum Mulawarman. Lembusuana berwarna emas ini selain terdapat di Museum, duplikatnya juga terdapat di gedung pemerintahan Propinsi Kalimantan Timur dan beberapa gedung lainnya. Kini symbol yang dibuat oleh salah seorang seniman asal Birma-Myanmar.red-bukan hanya menjadi symbol kebesaran kerajaan Kutai Kertanegara namun juga kebanggan Kalimantan Timur

tuanisianipar


Kota Tenggarong


Foto diambil dari Jembatan Kutai Kartanegara

Senin, Juni 22, 2009

Silsilah Raja-Raja KUTAI


“Meski dinasti MUlawarman Kerajaan Kutai Martapura telah runtuh sejak abad ke-17, cita-cita dan kebesarannya terus dilanjutkan oleh Kutai Kartanegara sebagai pewaris kerajaan tertua di Indonesia”

Ketika mendengar kata Kutai yang disebutkan, maka serentak muncul dalam pikiran ialah sebuah kerajaan hindu tertua di Indonesia. Meski kini,sejak otonomi kutai mengalami pemekaran menjadi beberapa wilayah termasuk diantaranya Kutai Timur, Kutai Barat dan Kutai Kertangara, nama yang terakhir kerap dianggap sebagai sentral kerajaan karena hingga kini masih kokoh berdirinya kesultanan Kutai Kartanegara.

Kerajaan Kutai Martapura yang kerap dikenal dengan sebutan Kutai Mulawarman karena kepemimpinan dinasti Mulawarman berdiri pada sekitar abad ke-5 di wilayah Muara Kaman yang secara geografis masuk dalam wilayah Kabupaten Kutai Kertanegara.

Salah satu bukti sejarah pendukung keberadaan kerajaan ini ialah prasasti Yupa (tiang batu) yang ditemukan pada tahun 1879 dan 1940 di sekitar desa Muara Kaman tepatnya di pertemuan sungai Mahakam dan Kedang Kepala. Berdasarkan analisa sejarah termasuk antara lain Usman Ahmad, disinilah dulunya kerajaan Kutai Martadipura berpusat.

Prasasti tersebut berdasarkan paleografinya berbahasa sangsekerta dengan huruf pallawa berasal dari abad ke-5, dalam isi tulisan tersebut terungkap bahwa Kutai dipimpin oleh Raja Mulawarman yang merupakan putra raja Aswawarman dan cucu Maharaja Kudungga.

Apa kaitannya dengan Kerajaan Kutai Kertanegara yang sesungguhnya baru pada abad ke-13 itu?, keterkaitannya terletak saat Kutai Kartanegara menaklukkan Kutai Mulawarman dalam sebuah peperangan pada abad ke-17. Akibat dari perang itu Dinasti Mulawarman yang menjadi penanda keberadaan Kutai Martapura runtuh, setelah berdiri selama sekitar 14 abad.

Dalam catatan sejarah, keruntuhannya disebabkan oleh peperangan yang terjadi pada abad ke-17 antara Kerajaan Kukar dengan Kutai Martadipura yang dimenangkan oleh Kukar. Dan sebagai penanda beralihnya kekuasaan Kutai Martapura kepada Kukar, maka dicantumkanlah tambahan Ing Martapura pada nama saat itum, Aji Pangeran Sinom Panji Nendapa Ing Martapura.

Pencantuman ini berlangsung hingga masa pemerintahan Aji Pangeran Dipati Anom Mendapa Ing Martapura pada tahun 1730-1732. Setelah itu karena pengaruh islam yang dibawa oleh para ulama dari kawasan Persia, penyertaan label Ing Martapura tidak lagi dicantumkan setelah raja selanjutnya, Aji Sultan Muhammad Idris memeluk islam. Ada dua versi sebenarnya mengenai masuknya islam ke Kutai Kertanegara yaitu langsung dari daratan Persia atau dibawa oleh para ulama lewat Makassar, kata Usman Ahmad.
Salah satu penanda keberadaan islam di Kutai Kertanegara ialah berdirinya Masjid Jami Hasanuddin yang berada dikawasan kedaton kerajaan. Masjid ini dibangun pada tahu 1985 saat masa pemerintahan Sultan Aji Muhammad Sulaiman.

Dicirikan terbuat dari kayu dengan kubah Joglo beraksitektur Melayu, Mesjid ini merupakan pengganti dari mesjid yang sebelumya di baker oleh Belanda dalam perang Kutai-Belanda tahun 1844.

Kerajaan Kutai Kertanegara sendiri berdiri pada abad ke-13 atau sekitar tujuh abad setelah Kutai Mulawarman, di Tepian Batu atau kini dikenal dengan Kutai Lama yang berada di kawasan Muara Subgai Mahakam. Raja pertama sast itu ialah Aji Batara Agubg Dewa Sakti.

Sebagai sebuah kerajaan, Kutia Kertanegara berkembang pesat dan dikenal sebagai pemerintahan yang punya hubungan luas termasuk antara lain dengan Majapahit, Brunei, Campa, dan Cina serta Rusia. Setidaknya berbagai koleksi keramik dari Cina, kursi tanduk binatang pemberian Rusia menyiratkan hal tersebut. Koleksi tersebut kini berada di Museum Mulawarman.

Di Kalimantan Timur kerajaan tak hanya Kutai Kertanegara atau Kutai Martapura, beberapa diantaranya yaitu Kerajaan Pasir dan Bulungan. Bahkan pada tahun 1400 berdir kerajaan Berau yang pada abad ke-19 pecah menjadi dua kerajaan yaityu Gunung Tabur dab Sambailung.
Masa colonial Belanda dan Inggris.
Pada masa ini, peran dan sikap Kutai Kertanegara sebagai pewaris kejayaan Kutai Mulawarman terhadap Belanda dan Inggris cukup menarik untuk ditelusuri.

Persinggungan Kutai Kertanegara diawali saat pusat pemerintahan masih berada di Kutai Lama pada tahun 1634. Ketika itu misi perdagangan Belanda dibawah kepemimpinan Gerrit Thomassen Pool brtemu dengan Sultan Sinom Panji Mendapa Ing Martapura. Pertemuan ini kemudian dilanjutkan kembali pada tahun 1667, 1747 dan hingga bubarnya VOC pada tahun 1799, namun saat itu tujuan Belanda untuk mendapatkan hak monopoli perdagangan tidak kunjung mendapatkan hasil.

Dalam sejarah, pihak Belanda maupun Inggris kerap menggunakan tujuan penelitian ilmiah dan petualangan, lewat medium tersebut secara perlahan mulai mempengaruhi pihak kerajaan.

Paling tidak terjadi beberapa perang besar antara Kerajaan Kutai dengan bangsa Eropa, diantaranya Perang Tembak Maris pada tahun 1844 antara Kutai dengan Inggris. Perang yang dikomandani Awang Long ini berhasil menang melawan Inggris. Perang yang lain juga terjadi pada tahun 1844, yang mengakibatkan kekalahan Kutai Kertanegara sekaligus gugurnya Awang Long pada sebuah perang di dekat istana kesultanan Tenggarong. Kekalahan ini menyebabkan jatuhnya Tenggarong ke tangan Belanda dan mengakibatkan dibakarnya lebih dari 600 rumah, Istana Sultan dan Masjid Jami serta diharuskannya Sultan menandatangani perjanjian Tepian Pandan pada 29 April 1843, yang isinya mengakui Gubernur Hindia Belanda sebagai penguasa tertinggi diseluruh kepulauan Hindia Belanda. Kerajaan lainnya secara beruntun yaitu Pasir tahun 1885, Berau tahun 1837 dan Bulungan pada tahun 1950.

Bayang-bayang imperialisme Belanda terus mengikuti Kutai Kartanegara dan kerap kali menciptakan masa – masa suram kesultanan. Bahkan pada tahun 1960, Kerajaan Kutai Kertanegara di hapus oleh Pemerintah RI dengan raja terakhir ketika itu Sultan Aji Muhamad Parikesit.

Kini sejak tahun 2001, Kerajaan Kutai Kertanegara kembali dihidupkan oleh Bupati Kutai Kertanegara, Syaukani, dengan menobatkan H. Adji Pangeran Prabu Anom Adiningrat sebagai Sultan Kutai Kertanegara Ing Martapura XX dengan gelar H. Adji Muhammad Salehuddin II.

Dengan dihidupkan kembali Kesultanan Kutai Kertanegara, maka kompleks Kedaton seluas 3,5 ha yang dibangun dengan biaya Rp.6 milyar akan semakin marak dan pihak kerajaan berhak atas biaya pengelolaan lembaga Kesultanan dari Pemkab Kukar sebesar Rp.3,5 milyar pertahun. Semoga kejayaan Kutai Kertanegara sebagai pewaris kerajaan tertua akan terulang.