Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024

Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024 akan dilaksanakan di Musyawarah Pelayanan Kalimantan Timur II sebagai tuan rumah

Kamis, September 10, 2009

SEKILAS SEJARAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA


SEKILAS SEJARAH

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA





Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasi yang ditulis diatas yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa di Muara Kaman Kutai Kartanegara. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.

Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tannga Arung lebih popular dengan dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah AjiImbut mangkat pada tahun tersebut.

Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang “Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan”, wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 daerah Tingkat II, yakni :

1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong

2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan

3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda

Kabupaten kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah Republik Indonesia berdiri, pada tahun 1947. Kesultananan Kutai kartanegara dengan status daerah Swapraja Kutai, masuk ke dalam federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Kemudian pada 27 September 1945 masuk dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU darurat No. 3 tahun 1953.

Berdasarkan UU No. 27 tahun 1959, status daerah istimewa Kutai di hapus dan daerah ini dibagi menjadi 3 daerah tingkat II, yakni :

1. Kotamadya Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan

2. Kotamadya Samarinda dengan Ibukota Samarinda

3. Kabupaten Kutai dengan Ibukota Tenggarong

Pada Tahun 1999, wilayah kabupaten Kutai dimekarkan menjadi empat daerah otonom berdasarkan UU No. 47 tahun 1999, yakni :

1. Kabupatern Kutai dengan Ibukota Tenggarong

2. Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar

3. Kabupaten Kutai Timur dengan Ibukota Sangatta

4. Kota Bontang dengan Ibukota Bontang

Tanggal 23 Maret 2002, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri menetapkan penggunaan nama Kabupaten Kutai Kartanegara melalui peraturan pemerintah RI No. 8 tahun 2002 tentang “Perubahan Nama Kabupaten Kutai Kartanegara”.

HISTORY AT A GLANCE OF KUTAI KARTANEGARA REGENCY

Based on history,
Kutai Kingdom is the oldest Hindu kingdom in Indonesia. This is evidenced by the finding of 7 inscriptions in Sanskrit written above yupa (stone monument) using the Pallawa letter in Muara Kaman Kutai Kartanegara. The Paleography shows that the written is estimated to come from the century-BC 5.


From the inscription, it is known a kingdom by The King Mulawarman, a prince of The King Aswawarman and a grandson of the King Kudungga. The Kingdom is Kutai Martadipura and is located across Muara Kaman city.


In 17th century, Kutai Kartanegara kingdom began to accept Islam. Thereafter names of the King and Kingdom’s family use Moslem’s names. The names of the king was also changed into Sultan. The first Sultan used Moslem name was Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). In 1732, the capital city of Kutai Kartanegara Kingdom was moved from Kutai Lama to Pemarangan.


In 1780, Aji Imbut successfully taked back the capital city Pemarangan and then was officially appointed as Sultan with honour Sultan Aji Muhammad Muslihuddin in Kutai Kartanegara Kingdom. Meanwhile Aji Kado faced dead finalty and is graved in Jembayan Island.


Sultan Aji Muhammad Muslihuddin replaces the capital city of Kutai Kartanegara
Kingdom to Tepian Pandan on 28 September 1782. The replacement is aimed to erase the bad influences of Aji Kado periods and Pemarangan and was supposed to lost its magical place. The name of Tepian Pandan then was changed into Tangga Arung which means the house of king. Subsequently, the name of Tangga Arung was more popular which remains the same until know.

In 1838, Kutai Kartanegara kingdom is order by Sultan Aji Muhammad Salehuddin after Aji Imbut was dead in that year. In 1959, based on law number 27 year 1959 on the creation of regional government at second level in Kalimantan, the territory of Kutai as a special regional is divided into 3 regional government as below :
1.
Kutai region with the capital city Tenggarong
2.
Municipality Balikpapan with the capital city Balikpapan

3.
Municipality Samarinda with the capital city Samarinda


Basically, Kutai Kartanegara regency is a consecutive government of Kutai Kartanegara Ing Martadipura Kingdom. After Republic of Indonesia was established, in 1947 Kutai Kartanegara Kingdom with status Swapraja Region of Kutai joined East Kalimantan Federation together with other kingdoms, such as Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Then, on 27 December 1945 The Swapraja Region of Kutai was involved in Republic of United Indonesia (RIS).


According to law emergency number 3 year 1953, the status of Swapraja Region of Kutai was changed into special Region of Kutai that holded special autonomy region status at regional level.


Based on Law number 27 year 1959, the status of special region of Kutai was removed and this region was divided into 3 regions as below :


1.
City of Balikpapan
2.
City of Samarinda
3.
Kutai Regency

In 1999, the territory of Kutai regency was developed into four autonomy regions based on law number 47 year 1999 as below :

1.
Kutai regency with the capital city Tenggarong
2.
West Kutai regency with the capital city Sendawar
3.
East Kutai regency with capital city Sangatta
4.
City of Bontang with capital city Bontang

On 23 March 2002, Megawati Soekarno Putri, the President of Republic of Indonesia regulated the new name Kutai Regency becoming Kutai Kartanegara Regency through government Statute number 8 year 2002 on changing Name of Kutai Kartanegara Regency.


tuani sianipar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar