Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024

Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024 akan dilaksanakan di Musyawarah Pelayanan Kalimantan Timur II sebagai tuan rumah

Rabu, September 16, 2009

MEMBANGUN SILATURAHMI



Kepala dinas Kebudayaan dan Pariwisata Drs.H.M.Idrus Sy,M.Si pada Rabu 16 September 2009 dalam tema "Membangun Silaturahmi Keluarga Besar" BUDPAR memberikan paket lebaran kepada Staf Budpar bertempat di ruang aula Disbudpar.

Menurut salah satu staf bagian promosi Misnawati,S.Sos menyampaikan bahwa pemberian paket ini sangat membantu meringankan keperluan di rumah dalam menyambut lebaran 2009 (1430 H), ucapan terima kasih disampaikan kepada Kepala Dinas atas pemberian paket ini. Beliau menyarankan agar di tahun-tahun yang akan datang lebih ditingkatkan lagi.

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1430 H
Minal 'Aidin wal fa'izin - Mohon maaf lahir dan bathin

tuani sianipar

Kamis, September 10, 2009

JOURNAL MAHASISWA KKN UNMUL


Tenggarong

Menjadi mahasiswa Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kompetensi Kelompok 007 di Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara benar-benar memberikan kesan tersendiri bagi kami. Dari awalnya saja, untuk masuk ke Dinas ini, kami butuh “perjuangan” panjang. Mulai dari surat pengantar dari LPPM Unmul yang hilang karena keteledoran salah seorang staf, waktu yang sangat singkat untuk mengurus KKN di Disbudpar, hingga sulitnya meminta tanda tangan karena pejabatnya ternyata sedang tugas dinas ke luar kota (maklum Disbudpar…jalan-jalan…).

Tapi perjuangan kami itu tidak sia-sia. Masuk sebagai mahasiswa KKN di dinas ini bukan berarti kami diperlakukan “berbeda”. Sambutan staf-staf dan pegawai-pegawai Disbupar pada kami sangat ramah. Tidak ada satupun pegawai yang mendiskriminasikan kami. Kami diperlakukan sama seperti staf dan pegawai lainnya.

Bukan hanya itu, setiap ada kegiatan yang diselenggarakan oleh Disbudpar, kami selalu diajak untuk ikut berpartisipasi. Diantaranya adalah Festival Erau Adat Tempong Tawar (yang juga menjadi puncak kesibukan kami di dinas ini), mangikuti kegiatan Pelatihan Pemandu Wisata, menjadi pramuwisata (tourist guide), bahkan sampai kegiatan administratif di kantor sehari-hari, seperti mengisi situs Disbudpar, mengetik surat, dan lain-lain. Oleh karena itulah kami sangat menikmati bekerja menjadi “pegawai temporer” di kantor ini, meskipun kami hanya 2 bulan (10 juli-10 September 2009) mengalami pengalaman once of a lifetime seperti ini. Meskipun banyak suka dan duka yang kami alami, tapi kami tidak akan pernah melupakan kantor ini, dan kebaikan seluruh pegawai di sini. Semoga mahasiswa KKN Unmul tahun berikutnya mau memilih untuk KKN di Disbudpar Kutai Kartanegara, karena mereka juga pasti akan mengalami pengalaman yang luar biasa, sama seperti perasaan kami terhadap kantor ini.

Terima kasih kami pada Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Drs. H. M. Idrus Sy, M.Si yang mau menerima dan membimbing kami, Sekretaris H. Fachrodin (lewat tangan Bapak lah kami bisa menginjakkan kaki di kantor ini), Kepala Bidang Umum Drs. Supriyadi yang sangat membantu kami dari awal bekerja di kantor dan mau menempatkan kami sesuai dengan program studi kami, kemudian tak lupa pula pada Kepala Bidang tempat kami bekerja: Kabid Kebudayaan, Kabid Pemasaran, Kabid Keuangan, dan juga Kasi-Kasi kami, Kasi Promosi, Kasi Jarahnitra, dan Keuangan. Kepada para staf-staf yang sudah berbaik hati pada kami, terima kasih tak terhingga juga tak lupa kami ucapkan.

Sebaliknya, semoga kehadiran kami juga bisa berkesan di hati seluruh pegawai dan staf Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kutai Kartanegara.

Mahasiswa KKN Universitas Mulawarman Kompetensi Kelompok 007 : Jusmalia Oktaviani, Retno Wulandari, Akhmad Hazairin, Marlisa Audya Putri, dan Lita Astriana.
***

SEKILAS SEJARAH KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA


SEKILAS SEJARAH

KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA





Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasi yang ditulis diatas yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa Sansekerta dengan menggunakan huruf Pallawa di Muara Kaman Kutai Kartanegara. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 Masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putera dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi di seberang kota Muara Kaman.

Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota Kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Pemarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana Kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota Kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. perpindahan ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama-kelamaan Tannga Arung lebih popular dengan dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah AjiImbut mangkat pada tahun tersebut.

Pada tahun 1959, berdasarkan UU No. 27 Tahun 1959 tentang “Pembentukan Daerah-Daerah Tingkat II di Kalimantan”, wilayah Daerah Istimewa Kutai dipecah menjadi 3 daerah Tingkat II, yakni :

1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong

2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan

3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda

Kabupaten kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah Republik Indonesia berdiri, pada tahun 1947. Kesultananan Kutai kartanegara dengan status daerah Swapraja Kutai, masuk ke dalam federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Kemudian pada 27 September 1945 masuk dalam Republik Indonesia Serikat (RIS). Daerah Swapraja Kutai diubah menjadi Daerah Istimewa Kutai yang merupakan daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan UU darurat No. 3 tahun 1953.

Berdasarkan UU No. 27 tahun 1959, status daerah istimewa Kutai di hapus dan daerah ini dibagi menjadi 3 daerah tingkat II, yakni :

1. Kotamadya Balikpapan dengan Ibukota Balikpapan

2. Kotamadya Samarinda dengan Ibukota Samarinda

3. Kabupaten Kutai dengan Ibukota Tenggarong

Pada Tahun 1999, wilayah kabupaten Kutai dimekarkan menjadi empat daerah otonom berdasarkan UU No. 47 tahun 1999, yakni :

1. Kabupatern Kutai dengan Ibukota Tenggarong

2. Kabupaten Kutai Barat dengan Ibukota Sendawar

3. Kabupaten Kutai Timur dengan Ibukota Sangatta

4. Kota Bontang dengan Ibukota Bontang

Tanggal 23 Maret 2002, Presiden Republik Indonesia Megawati Soekarno Putri menetapkan penggunaan nama Kabupaten Kutai Kartanegara melalui peraturan pemerintah RI No. 8 tahun 2002 tentang “Perubahan Nama Kabupaten Kutai Kartanegara”.

HISTORY AT A GLANCE OF KUTAI KARTANEGARA REGENCY

Based on history,
Kutai Kingdom is the oldest Hindu kingdom in Indonesia. This is evidenced by the finding of 7 inscriptions in Sanskrit written above yupa (stone monument) using the Pallawa letter in Muara Kaman Kutai Kartanegara. The Paleography shows that the written is estimated to come from the century-BC 5.


From the inscription, it is known a kingdom by The King Mulawarman, a prince of The King Aswawarman and a grandson of the King Kudungga. The Kingdom is Kutai Martadipura and is located across Muara Kaman city.


In 17th century, Kutai Kartanegara kingdom began to accept Islam. Thereafter names of the King and Kingdom’s family use Moslem’s names. The names of the king was also changed into Sultan. The first Sultan used Moslem name was Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). In 1732, the capital city of Kutai Kartanegara Kingdom was moved from Kutai Lama to Pemarangan.


In 1780, Aji Imbut successfully taked back the capital city Pemarangan and then was officially appointed as Sultan with honour Sultan Aji Muhammad Muslihuddin in Kutai Kartanegara Kingdom. Meanwhile Aji Kado faced dead finalty and is graved in Jembayan Island.


Sultan Aji Muhammad Muslihuddin replaces the capital city of Kutai Kartanegara
Kingdom to Tepian Pandan on 28 September 1782. The replacement is aimed to erase the bad influences of Aji Kado periods and Pemarangan and was supposed to lost its magical place. The name of Tepian Pandan then was changed into Tangga Arung which means the house of king. Subsequently, the name of Tangga Arung was more popular which remains the same until know.

In 1838, Kutai Kartanegara kingdom is order by Sultan Aji Muhammad Salehuddin after Aji Imbut was dead in that year. In 1959, based on law number 27 year 1959 on the creation of regional government at second level in Kalimantan, the territory of Kutai as a special regional is divided into 3 regional government as below :
1.
Kutai region with the capital city Tenggarong
2.
Municipality Balikpapan with the capital city Balikpapan

3.
Municipality Samarinda with the capital city Samarinda


Basically, Kutai Kartanegara regency is a consecutive government of Kutai Kartanegara Ing Martadipura Kingdom. After Republic of Indonesia was established, in 1947 Kutai Kartanegara Kingdom with status Swapraja Region of Kutai joined East Kalimantan Federation together with other kingdoms, such as Bulungan, Sambaliung, Gunung Tabur, dan Pasir. Then, on 27 December 1945 The Swapraja Region of Kutai was involved in Republic of United Indonesia (RIS).


According to law emergency number 3 year 1953, the status of Swapraja Region of Kutai was changed into special Region of Kutai that holded special autonomy region status at regional level.


Based on Law number 27 year 1959, the status of special region of Kutai was removed and this region was divided into 3 regions as below :


1.
City of Balikpapan
2.
City of Samarinda
3.
Kutai Regency

In 1999, the territory of Kutai regency was developed into four autonomy regions based on law number 47 year 1999 as below :

1.
Kutai regency with the capital city Tenggarong
2.
West Kutai regency with the capital city Sendawar
3.
East Kutai regency with capital city Sangatta
4.
City of Bontang with capital city Bontang

On 23 March 2002, Megawati Soekarno Putri, the President of Republic of Indonesia regulated the new name Kutai Regency becoming Kutai Kartanegara Regency through government Statute number 8 year 2002 on changing Name of Kutai Kartanegara Regency.


tuani sianipar

Rabu, September 09, 2009

DANCE of KUTAI KARTANEGARA

GANJAR GANJUR DANCE

The Ganjar Ganjur dance is an original tradition of the Kutai Kartanegara palace and usually perform in big ceremonies conducted by the relatives of the Palace such as: ceremony to welcome the great guest, the ERAU traditional ceremony, the prince Crowned ceremony, etc. Perform by male dancer called “Beganjar” and female dancer called “Beganjur”.

The male dancer wear costum called “Miskat” as the shirt, and “Dodot” as the pans, while the female wear “Tawo” as the shirt and “Tapih” as the pans. Each dnacer brings a kind of dancing equipment called “Gada” for male and “Kipas” for female. The music used in this dance is gamelan consist of “Bonang” as the melodies and gendang to support it.

JEPEN SAMUNING ANAK DARA DANCE

The art of “Jepen” (in Kutai language) is the art of Malay tradition of Kutai Kartanegara Society. In Malay term (Sumatera), this called Zapin. This art has live and grow in accordance with Islam civilization entered Kutai Kartanegara, East Kalimantan and can be found along the coast of the Mahakam river. This dance is usually perform by the young, using “Gambus” and “Ketipung” or kind of “Marwas” and other percussion.

It is dance that not leave its origin manner which is called the manner of honor, wave, half and full samba, gengsot, broken chicken, horse shoes, etc.

KANCET LASAN PO’BURUY DANCE

Kancet Lasan Po’ Buruy is a dance from Dayak Kenyah tribe in Hinterland of Kutai Kartanegara, East Kalimantan. This dance tells about a group of young man hunting in the forest but came up with nothing, until they saw a bird called Enggang bird. It flew from a tree to tree. And they capture it, then there was an argue about having the bird kept a live or killed. In the middle of argumentation, the bird surprisingly turned into a beautiful princess and beg them not to kill her and promised to give a dancing lesson to all the young villagers. After the princess finished giving the dancing lesson, she asked to be released, so she can fly back to nirvana and they released her with joyful. Therefore the Enggang bird a symbol of peace and becomes a symbol of nobleness of the Dayak Kenyah Tribe.

MEMPANK BEKAWAT DANCE

Is the dance that not leave the origin basic move of Bekian dance, “Ngelawai” dance, “Gantar” dance, which comes from the Dayak Benuaq-Tunjung tribe. Inspired from a ritual ceremonies to heal disease and illnesses started with “Memang” and followed with the sound of God’s flute as a symbol of calling the spirit and ended with praising the spirits to ask for help. Other music instrument that is used in this dance are Kelentangan /Gamelan Benuaq-Tunjung, Gendang, and Gong.

tuani sianipar