Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024

Persidangan Sinode Tahunan (PST) GPIB 2024 akan dilaksanakan di Musyawarah Pelayanan Kalimantan Timur II sebagai tuan rumah

Senin, November 09, 2009

sekilas sejarah KERAJAAN KUTAI KARTANEGARA

Ditinjau dari sejarah Indonesia kuno, Kerajaan Kutai merupakan Kerajaan tertua di Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya 7 buah prasasti yang ditulis diatas Yupa (tugu batu) yang ditulis dalam bahasa sansekerta dengan menggunakan huruf pallawa di Muara Kaman Kutai Kartanegara. Berdasarkan paleografinya, tulisan tersebut diperkirakan berasal dari abad ke-5 masehi.

Dari prasasti tersebut dapat diketahui adanya sebuah kerajaan dibawah kepemimpinan Sang Raja Mulawarman, putra dari Raja Aswawarman, cucu dari Maharaja Kudungga. Kerajaan yang diperintah oleh Mulawarman ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura, dan berlokasi diseberang kota Muara Kaman.

Pada abad ke 17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778). Tahun 1732, ibukota kerajaan Kutai Kartanegara pindah dari Kutai Lama ke Pemarangan.

Pada tahun 1780, Aji Imbut berhasil merebut kembali ibukota Permarangan dan secara resmi dinobatkan sebagai Sultan dengan gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin di istana kesultanan Kutai Kartanegara. Aji Kado dihukum mati dan dimakamkan di Pulau Jembayan.

Aji Imbut gelar Sultan Aji Muhammad Muslihuddin memindahkan ibukota kesultanan Kutai Kartanegara ke Tepian Pandan pada tanggal 28 September 1782. Perpindahan ini dilakukan untuyk menghilangkan pengaruh kenangan pahit masa pemerintahan Aji Kado dan Pemarangan dianggap telah kehilangan tuahnya. Nama Tepian Pandan kemudian diubah menjadi Tangga Arung yang berarti Rumah Raja, lama kelamaan Tangga Arung lebih populer dengan sebutan Tenggarong dan tetap bertahan hingga kini.

Pada tahun 1838, Kesultanan Kutai Kartanegara dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Salehuddin setelah Aji Imbut mangkat pada tahun tersebut.

pada tahun 1959, berdasarkan undang-undang nomor 27 Tahun 1959 tentang pembentukan daerah-daerah Tingkat II di Kalimantan, wilayah daerah istimewa Kutai dipecah menjadi 3 Daerah Tingkat II, yakni:
1. Daerah Tingkat II Kutai dengan ibukota Tenggarong
2. Kotapraja Balikpapan dengan ibukota Balikpapan
3. Kotapraja Samarinda dengan ibukota Samarinda

Kabupaten Kutai Kartanegara merupakan kelanjutan dari kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Setelah RI berdiri, pada tahun 1947. Kesultanan Kutai Kartanegara dengan status daerah Swapraja Kutai, masuk kedalam federasi Kalimantan Timur bersama-sama daerah kesultanan lainnya, seperti Bulungan, Samabaliung, Gunung Tabur dan Pasir. Kemudian pada 27 Desember 1945 masuk dalam RI Serikat (RIS) daerah otonom/daerah istimewa tingkat kabupaten berdasarkan undang-undang darurat nomor 3 Tahun 1953.
Berdasarkan undang-undang nomor 27 Tahun 1959, status daerah istimewa Kutai dihapus dan daerah ini dibagi menjadi 3 daerah Tingkat II, yakni:
1. Kotamadya Balikpapan dengan ibukota Balikpapan
2. Kotamnadya Samarinda dengan ibukota Samarinda
3. Kab. Kutai dengan ibukota Tenggarong

Pada tahun 1999, wilayah Kabupaten Kutai dimekarkan menjadi 4 daerah otonom berdasarkan undang-undang nomor 47 Tahun 1999, yakni:
1. Kab. Kutai dengan ibukota Tenggarong
2. Kab. Kutai Barat dengan ibukota Sendawar
3. Kab. Kutai Timur dengan ibukota Sangatta
4. Kota Bontang dengan ibukota Bontang

Tanggal 23 Maret 2002, Presiden RI Megawati Soelkarno Puteri menetapkan penggunaan nama Kabupaten Kutai Kartanegara melalui peraturan Pemerintah RI nomor 8 Tahuna 2002 tentang perubahan nama Kabupaten Kutai Kartanegara.

tuani sianipar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar