UPACARA ADAT SAKRAL MALAM BEPELAS (malam I - malam V)
Erau Adat Keraton Kutai Kerta Negara Ing Martadipura
Upacara Adat Malam Bepelas dimulai setelah Kepala Adat mengatur sembah kepada Sri Sultan untuk memulai kegiatan acara Adat Malam yang diwujudkan dalam tari-tarian yang satu dengan lainnya saling berhubungan satu kesatuan arti dalam makna antara lain:
Tarian Dewa Belian memuja Ayu yang bermakna untuk menjaga pohon Ayu dari perbuatan roh-roh jahat yang mengganggu acara Bepelas Sultan, dilanjutkan Tarian Dewa Memanah dengan mengelilingi Tiang Ayu yang bertujuan untuk membersihkan atau mengamankan sekeliling lingkungan baik di bumi maupun diangkasa/khayangan.
Menyisik Lembua Suana adalah dengan meletakkan uang logam atau uang kertas diatas karang Lembu Suana yang ditambak dari beras dengan 37 macam warna dihampar dan dibentuk ujud Lembu Suana diatas Tikar Bentian. Meletakkan uang tersebut terserah kepada yang bersangkutan apakah pada sisiknya, matanya, ekornya, tajinya dan lain-lain yang kesemuanya itu mengandung makna tertentu menurut niat yang meletakkan uang tersebut. Dalam menyisik Lembua Suana yang hadir diharuskan memakai busana warna hitam menurut adatnya.
Kemudian dilaksanakan Tarian Dewa Menurunkan Sangiang Sri Gambuh, Pangeran Seri Ganjur bermakna untuk meminta restu kepada Yang Maha Kuasa, dan dilanjutkan dengan Tarian Beganjur sambil mengitari rebak Ayu yang makna meronda menjaga keamanan.
Selanjutnya Tarian Dewa Memulangkan Ganjur ditampilkan yang melambangkan bahwa keadaan aman dan ditandai dengan Dewa dan Belian mulai membacakan mantra (bememang) di Rebak Ayu, memberitahukan kepada para Kemumulan, Sangiang dan lainnya bahwa Bepelas segera akan dimulai.
Setelah beberapa tarian Sakral dilaksanakan, maka Dewa, Belian, Penyuling, Damar Jujagat serta Aji-Aji Perempuan mengaturi Aji Sultan di dondang (Ratu disembah) akan Erau Bepelas.
Upacara Adat Bepelas memiliki makna untuk memuja sukma dan raga Sultan dari ujung kaki sampai keujung rambut memberi kuasa dan kekuatan sehingga mampu mengembang tanggung jawab sebagai raja untuk memelihara dan menegakkan adat.
Setelah upacara Adat Bepelas dilaksanakan, maka Dewa, Belian dan Suling mengantarkan Aji Sultan kembali ke dalam keraton, dan dilanjutkan dengan Tarian Dewa Besaong Manok, Bekanjar Ketore. Tarian ini menggambarkan kegembiraan bahwa Bepelas Sultan sudah terlaksana serta ditandai dengan mengambil Air Tuli dari tepian mahakam (pelabuhan) di depan keraton.
Kemudian seorang Dewa menuju ke gelanggang dengan mengenakan serudung kuning dan naik ke balai untuk menggoyak rendu (Dewa Menggoyak Rendu) yang kemudian dengan diiringi 2 orang pangkon bini. Dewa menghadap Sri Sultan mengaturi untuk bekanjar (menari) bersama-sama para Pangeran, Raden, Bambang Aji, Tokoh dan Tetuha serta hadirin yang hadir disertai bebuang Kamai (menghamburi) oleh Aji Ratu dan Aji-Aji bini.
Lalu para hadirin ikut serta dalam bekanjar bersama-sama mengelilingi Tiang Ayu dengan arah yang berlawanan Seluang Mudik Betebak Beras.
Pihak Laki berada dalam lingkaran sebelah luar dan pihak bini berada di dalam lingkaran sebelah dalam. Tiap kali belaluan (bepapasan) ditandai dengan saling menebakkan (melempar) beras yang sudah disediakan sambil bersuka ria.
Selanjutnya Dewa menjala yaitu Dewa berjalan perlahan sambil menyeret kain kuning seperti menyeret jala menagkap ikan, diiringi oleh Belian yang menyeret gubang (perahu) kecil terbuat dari kayu melalui Sri Sultan. Para Pangeran, Raden, Bambang serta segenap hadirin, masing-masing meletakkan uang kertas atau uang logam kejala kain kuning atau ke gubang yang diseret oleh Dewa dan Belian tersebut. Hal ini menggambarkan kegotong royongan antara raja dan rakyatnya dan ditutup dengan Belian menjuluk buah bawar yaitu Belian Bememang (membaca mantra) dengan membawa sepotong tongkat kayu dan menjuluk Buah Bawar yakni ketikai dan pisang sebagai tanda Acara Adat Malam Bepelas.
SELAMAT NATAL
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar