Manusia yang telah meningkatkan dan berkembang sumber daya insaninya sering menganggap dirinya sebagai yang paling berharga. Akibatnya, manusia itu hanya mau melakukan suatu pekerjaan yang membawa penghormatan bagi dirinya, manusia itu dengan sendirinya tidak dapat menggunakan sumber daya insaninya secara benar, maksudnya ialah manusia itu tidak akan mau melakukan suatu pekerjaan sebagai pengorbanan dirinya bagi orang lain
AGENDA
# 16-20 Juli 2024, lomba MISKAT, JEPEN & KULINER # tidak ada agenda # tidak ada agenda # tidak ada agenda # tidak ada agenda # tidak ada agenda # tidak ada agenda
Tenggarong - Kutai Kartanegara ERAU pertama kali dilaksanakan pada upacara Tijak Tanah dan Mandi ke tepian ketika Aji Batara Agung Dewa Sakti berusia 5 tahun. Setelah dewasa dan diangkat menjadi Raja Kutai Kartanegara yang pertama (1300-1325), juga diadakan upacara ERAU. Sejak itulah ERAU selalu diadakan setiap terjadi penggantian atau penobatan Raja-raja Kutai Kartanegara
ERAU berasal dari bahasa Kutai atau disebut pula EROH yang berarti ramai, hilir mudik, bergembira, berpesta ria yang dilaksanakan secara adat oleh Kesultanan/kerabat Kerajaan dengan maksud atau hajat tertentu dan diikuti oleh masyarakat umum diwilayah administrasi Kesultanan.
Terdapat tiga pelaksanaan ERAU adat dilingkup Keraton Kutai Kartanegara yaitu:
1. ERAU TEPONG TAWAR
2. ERAU PELAS TAHUN
3. ERAU BEREDAR DI KUTAI
ERAU TEPONG TAWAR merupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton pada waktu tertentu (ditetapkan) berdasarkan keinginan (hajat) terhadap suatu pekerjaan. Dalam pelaksanaan ini Raja bergerak bebas, artinya tidak melakukan batasan tertentu yang disebut TUHING.
ERAU PELAS TAHUN mereupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton berhubungan dengan aktivitas kehidupan rakyat (masyarakat) yang bertujuan untuk membersihkan segala macam hal yang mengganggu sumber-sumber kehidupan dipermukaan bumi dalam suatu wilayah kerajaan.
ERAU BEREDAR DI KUTAI merupakan Erau adat yang dilaksanakan oleh kerabat keraton dalam rangka pengukuhan, pengangkatan, penabalan dan segala yang berkaitan dengan Ketahtaan di kerajaan. Dalam pelaksanaan ini Raja melakukan TUHING yaitu tidak menginjak tanah pada waktu tertentu, kecuali diatas kain ALAS BUMI yang dihampar ketempat tujuan.
Subyek yang melaksanakan ERAU ADAT adalah kerabat keraton, bahwa yang di-ERAU-kan adalah Raja, sedangkan yang ERAU adalah rakyat. ERAU dimulai dengan "Mendirikan Ayu" dan diakhiri dengan "Merebahkan Ayu".
Acara Pokok Erau Adat Pelas 7 Benua 2010 1. Menjamu Benua
2. Mendirikan Ayu
3. Menyisikkan Lembu Suana dan Tambak Karang
4. Beluluh
5. Bekanjar dan Beganjur
6. Seluang Mudik
7. Belian dan Bekenjong
8. Dewa Memanah, Besaong Manok dan Menjala
9. Bepelas dan Tepong Tawar
10. Mengulur Naga dan Belimbur
11. Merebahkan Ayu, Beburay dan Syukuran
BELULUH SULTAN
Upacara Beluluh ini dilakukan kepada kepala penguasa dalam pemerintahan atau kerajaan sebagai pembersihan diri, agar didalam menjalankan roda pemerintahan terlepas dari segala macam mara bahaya dan selalu mendapatkan rahmat dan lindungan dari Yang Maha Kuasa. Adapun kelengkapan Beluluh yang merupakan syarat utama dan mutlak ada, yaitu: Balai yang terbuat dari bambu dan dialasi oleh kain kuning, dibawah balai terdapat tambak karang yaitu beras yang telah diberi beraneka macam warna yang ditaburkan dengan bentuk gambar binatang, kemudian disiapkan pula tepung tawar yang terdiri dari beras kuning, mayang, ikatan ketikai lepas yang terbuat dari anyaman daun kelapa. Setelah prosesi Beluluh dilaksanakan maka para kerabat keraton serta undangan yang hadir juga mendapatkan kesempatan untuk membersihkan diri dengan mengusapkan air bunga yang telah diberi doa keselamatan ke bagian wajah atau badan lainnya.
Menjamu Benua
Menjamu Benua adalah upacara sebagai pemberitahuan kepada yang maha kuasa (dahulu kepada dewa-dewa penguasa alam) bahwa raja/sultan akan melakukan pesta rakyat dengan memohon keselamatan. Menjamu Benua dilaksanakan oleh Kesatuan Belian, yaitu mengundang sengiang-sengiang dan kemumulan-kemumulan yang jumlahnya sekitar 37 orang, untuk memberitahukan akan dimulainya Upacara Erau, agar mendapat restu. Sebelum dewa melakukan prosesi Menjamu Benua, terlebih dahulu memohon restu dari paduka yang mulia Kanjeng Pangeran Adhi Pathi Ario Salehoeddin Kartanegara dengan maksud supaya diberikan berkah dan keselamatan pada saat prosesi Menjamu Benua. Prosesi Menjamu Benua, dilakukan beberapa hari sebelum Erau dimulai yaitu melaksanakan upacara di 3 tempat yaitu, di Kepala Benua (Kampung Mangkurawang), Tengah Benua (depan Keraton Kutai Ing Martadipura), dan Buntut Benua (Kampong Timbau). pada pelaksanaan menjamu Benua dilakukan upacara bebelian, dimana acara ini dilengkapi dengan peralatan Juhan, Telasak, Rumbai dan Stelan pakaian orang yang akan di Eraukan. Sedangkan waktu pelaksanaan dari pagi hingga sore hari.
MENDIRIKAN AYU
Upacara Mendirikan Tiang Ayu dilakukan oleh kerabat Kesultanan Kutai Kartanegara. Tiang Ayu ini terbuat dari kayu ulin atau biasa disebut Sangkoh Piatu yang diatasnya terdapat beberapa benda seperti satu tandan buah pisang, daun sirih dan ringgi yg terbuat dari helaian daun kelapa (janur). Tiang Ayu ini mempunyai arti dan nilai tersendiri dalam acara ini, yaitu mendirikan kebenaran yang tersurat maupun yang tersirat, serta memiliki kekuatan megis dan memancarkan kekuatan spiritual. Posisi Tiang Ayu sebelum didirikan dalam keadaan berbaring diatas bantal kasturi, membujur kearah barat, tepatnya ujung Tiang Ayu menghadap matahari terbenam. Sebelum Tiang Ayu didirikan diadakan dulu upacara Besawai oleh salah seorang pangeran yang tertua, kemudian Tali Juwita dan Kain Cinde dipegang oleh para bangsawan, kerabat dan orang kebanyakan yang jumlah orangnya selalu ganjil. Tali Juwita dan Kain Cinde yang terikat pada Tiang Ayu ditarik dengan tiga tarikan, setiap sekali menarik mengucapkan yo.....yo.....yo.....sampai tiang ayu itu berdiri seperti apa yang dikehendaki. Pada Tiang Ayu terikat beberapa benda keraton, seperti: (1) Tali Juwita: Melambangkan kekuasaan Sultan Kutai Kartanegara yang berpusat di sungai Mahakam yang airnya deras mengalir kelaut, beranak sungai bercabang tujuh. (2)Kain Cinde: melambangkan adat yang diadatkan dari Kerajaan Kutai Kartanegara yang masih dipegang dan ditaati didalam negerinya. (3)Janur, Daun Sirih, Buah Pinang, disamping sebagai perhiasan tiang ayu, juga mengandung makna bahwa alam dan hutannya memberikan hasil kemakmuran yang berlimpah ruah bagi rakyatnya. (4)Pinggan Tuha: melambangkan petuah, nasehat serta petunjuk bagi orang-orang tua dahulu, bahwa Tiang Ayu dapat dilestarikan pada generasi muda mendatang.
NGULUR NAGA
Upacara Adat Ngulur Naga berarti dengan beramai-ramai membawa Naga ke pelabuhan lalu dinaikkan ke atas kapal yang akan membawa naga ke Kutai Lama diikuti oleh sebagian Dewa, Belian dan 4 baris Pangkon laki dan bini serta petugas pengambil Air Kutai Lama dan pemegang damar Jujagat. Keberangkatan Naga diiringi dengan paluan Keletangan menuju Kutai Lama. Setelah Naga 3 kali beredar di sungai Mahakam di depan kota Tenggarong langsung dibawa menuju ke Kutai Lama, sewaktu melewati buntut pulau Tenggarong, Loa Gagak, Jembayan dan Gunung Lipan dilakukan upacara membuang tigu manok (telur ayam mentah), besawai/memang serta menghambur beras kuning. Setelah dilaksanakan acara Ngulur Naga, maka acara adat Beumban dilaksanakan yang kemudian dilanjutkan dengan Upacara Adat Begorok yaitu Sri Sultan naik ke Balai balai yang terbuat dari Haor kuning, kemudian duduk serta dipayungi dengan kain kuning yang disebut Kirab Tuhing, diatas kain tersebut disembelih seekor ayam jantan yang berbulu merah oleh seorang Menteri Kerajaan dan darah ayam tersebut dimasukkan kedalam piring berpinggir perak. Kemudian dengan jari tangannya darah ayam tersebut oleh Sri Sultan dicecahkan (dicerak) ke dahi atau ke antara dua keningnya. Kemudian Sri Sultan mencecahkan darah ayam tersebut kepada para bangsawan yang dekat darah keturunannya atau para kerabat dekatnya, kemudian darah didalam piring tersebut diedarkan kepada para Pangeran. Kemudian Sultan turun ke Rangga Titi, yaitu Sri Sultan beserta Aji Ratu turun ketepian sungai Mahakam dan mandi di Rangga Titi dengan air yang diambil dari Kutai Lama. setelah itu Sri Sultan memercikkan Air Tuli, yang berarti dimulainya acara belimbur, yakni saling menyiramkan air dan acara ini sampai meluas ke seluruh kota yang merupakan acara Adat Leluhur. Adapun makna dari Belimbur adalah untuk mensucikan diri dari pengaruh-pengaruh jahat sehingga kita kembali suci dan bersih serta menambah semangat untuk membangun daerah. Demikian pula terhadap bumi dan sekitarnya terbersih daripada perbuatan jahat serta dihindari dari segala marah bahaya.
MEREBAHKAN AYU
Merebahkan Ayu ini didahului oleh sawai oleh seorang Pangeran yang tertua. Dilakukan kebalikan dari upacara Mendirikan Ayu. Kain Cinde dan Tali Juwita diulur dan Tiang Ayu direbahkan sampai berbaring diatas bantak (bantal) Kesturi. Direbahkan sebanyak tiga kali dengan beramai-ramai meneriakkan "Yah-yah, Yuh-yuh", kemudian setelah Ayu sungguh-sungguh rebah maka Dewa pun menyembah (menaikkan) Leman. Ayu telah direbahkan menandai berakhirnya acara Adat Erau Tepong Tawar. Selesai Merebahkan Ayu, dilanjutkan dengan membaca doa selamat dan tolak bala, kemudian silaturrahim saling memaafkan. Setelah itu Gong-Golong pun ditabuhkan. Upacara Adat Erau adalah warisan leluhur berupa Adat Istiadat yang wajib dilestarikan, dengan tetap beriman kepada Allah Subhanahu Wata'ala.
LEMBU SUANA
Bentuk tubuh Lembu Suana memang dilihat aneh namun berwibawa dengan arti yang sangat luas. Pertama kali menjelmanya Putri Karang Melenu yang muncul dari permukaan air ditengah-tengah sungai Mahakam didalam gumpalan buyah yang meanak gunung, terlihatlah seekor Lembu Suana yang berpijak diatas batu menjunjung Gong Papar yang didalamnya terbaring seorang jabang bayi perempuan yang kemudian diberi nama Putri Karang Melenu. Cerita purba mengisahkan Lembu Suana tersebut dapat hidup di dua alam yaitu didalam air dan didaratan serta dapat terbang bagaikan burung Garuda. Antara lain Lembu Suana pernah digunakan/membawa Adji Betara Agung Dewa Sakti terbang ke Maja Pahit. Dengan keanehan bentuk tubuh yang dimiliki oleh Lembu Suana tersebut, maka Lembu Suana disebut dan disanjung seperti berikut: Bergading berbelalai seperti gajah, Bertaring seperti rupa macan, Bersisik seperti ikan, Bentuk tubuhnya seperti kuda, Berekor gada seperti rupa naga, Bersayap seperti rupa burung garuda, Berketopong seperti raja, Berbicara seperti manusia, Genggam kakinya seperti srigala.
HUDOQ
adalah topeng yg dibuat dari kayu/jantung yg dilukis menurut wajah dewa. Hudoq merupakan penjelmaan dari para Dewa yg berdiam ditempat2 tertentu menurut keprcayaan Suku Dayak. Hudoq biasanya diundang turun ke dunia oleh mereka saat menanam padi. Hudoq datang utk berdialog dgn masyarakat dan menari serta bergaya menurut irama gong. Tarian ini merupakan ungkapan kegembiraan hati org2 dibumi dlm menerima tamu yg membawa keselamatan dan rejeki yg murah. Adapun makna kedatangan Hudoq ini kedunia adlh utk membawa rejeki murah, hasil yg berlimpah ruah serta membasmi segala macam penyakit baik manusia maupun tanaman padi yg baru ditanam
M. Op. Salhsa Sianipar
1 April 1939 - 4 Mei 2014 (75 thn)
HORAS
lelah.... aku berlelah-lelah.... aku berlelah-lelah, sampai habis tenagaku pengertian manusia tidak ada padaku,
siapakah yang naik (ke sorga) lalu turun, yang telah mengumpulkan angin dalam genggamannya, yang telah membungkus air dengan kain, siapa namanya dan siapa nama anaknya
engkau tentu tahu!
ILMU
....saya tidak punya kesempatan untuk sekolah di universitas, saya mengembara dan bekerja dan itulah sekolah saya. apa arti sebuah ilmu? dia akan berarti jika ia berguna bagi rakyat. bukan untuk mencetak orang-orang sombong dan hidup jauh dari rakyat, tetapi bekerja dan mengabdi untuk rakyat.
Komentar ini telah dihapus oleh administrator blog.
BalasHapus